SIAPA “pemilik” SMAN 8 yang sebenarnya? Jangan lupa, sekolah hebat ini bukan hanya milik para kepala sekolah, guru-guru, murid, atau staf administrasi saja. Di luar itu masih ada sederet nama yang menyokong mulusnya proses belajar mengajar. Entah karena layanan kebersihan mereka yang prima, suasana keamanan yang terjaga, atau jajanan yang mereka jual sebagai pemasok stamina.
Editor Buku 50 Tahun Smandel, Chormen, menelusuri sejumlah nama 'orang biasa' yang berkiprah luar biasa bagi perjalanan sekolah tercinta. Sebab ketika kepala sekolah, guru, atau para murid, datang dan pergi, 'orang-orang biasa' ini tetap berbakti di lingkungan Taman Bukit Duri. Inilah profil singkat beberapa di antara mereka.
OHER, 81 tahun
Mantan penjaga sekolah
Setiap komunitas memiliki living legend-nya masing-masing. Di lingkungan SMAN 8, predikat bergengsi itu layak diberikan, salah satunya, kepada Oher bin Itdlasim. Mau tahu apa sebabnya? “Saya kerja di SMA 8 sejak tahun 1965 ketika sekolah ini masih numpang di SMP 3,” kata lelaki yang masih terlihat masih gagah dan kuat itu. Nah! Siapa lagi yang bisa melewati “rekor” seperti itu, coba?
Setelah 31 tahun bertugas, Pak Oher pensiun pada 1996. Salah satu pengalaman yang paling diingatnya adalah ketika satu saat perjudian sedang marak-maraknya berlangsung. Sebuah pohon besar yang kini dijadikan kantin sekolah selalu dipenuhi berbagai jenis sesajen setiap malam Jumat. Apakah pengalaman ini membuat ngeri sang penjaga sekolah? Tidak sama sekali, saudara-saudara. “Soalnya begitu suasana sepi, semua rokok, makanan, dan buah-buahan di sesajen itu saya yang nikmatin,” katanya terkekeh-kekeh.
Kini salah seorang putra Pak Oher menjadi Wakil Kepala Sekolah SMAN 49. Para tetangganya memanggilnya “Pak Haji” setelah rukun kelima ia tunaikan beberapa tahun lalu. Itu juga salah satu peristiwa yang berkesan karena saat “gelar” haji didapat, “Saya justru harus rela melepas istri saya meninggal di tanah suci,” katanya. Untuk sesaat, binar di matanya terlihat meredup. Tapi ketika obrolan kembali menyangkut SMAN 8, nyala itu kembali berkobar.
Terima kasih atas segala pengabdianmu, Pak Haji Oher.
PIL KOLIN, 54 tahun.
Pedagang teh botol
Nama aslinya Yono. Nama bekennya diberikan anak-anak Smandel karena tampangnya yang (dianggap) mirip dengan vokalis Genesis, Phil Collins. Entah siapa yang memulai panggilan yang sekarang melegenda itu, karena tak pernah ada yang mendaftarkannya sebagai hak paten.
Sejak kapan Yono, eh, Pil berdagang di lingkungan SMAN 8? “Sejak jaman Marissa (Haque),” katanya. Itu artinya, bagi para alumni yang belajar di SMAN 8 sebelum tahun 1979, jelas tidak pernah bertemu Pil. Sekarang, lelaki berusia 54 tahun ini ditunjuk sebagai koordinator kebersihan di kantin sekolah yang diisi 12 pedagang.
Enak mana berdagang jaman dulu dengan sekarang, Pil? “Enakan dulu, bisa sampai 100 krat sehari. Apalagi kalau ada class meeting atau ada yang ngeband,” katanya. Sekarang, menurut Pil, persaingan sangat ketat sehingga penjualan tak selaris dulu. Apakah itu berarti class meeting atau festival band di SMAN 8 sekarang ini anjlok juga jumlahnya?
Pil tak menjawab. Itu karena Buku 50 Tahun Smandel juga tak menanyakannya.
TWINIARSO & TWINIASTO, 46 tahun
Tukang parkir
Kalau di komik Tintin ada detektif kembar Thompson & Thomson, di dunia musik pop Indonesia ada Alex & Jacob Kembar Group, maka di lingkungan SMAN 8 juga ada kembar identik Arso dan Asto, yang bekerja dari 1980-1991. Karena kembar, banyak juga peristiwa lucu yang terjadi. Yang memarkirkan mobil sebetulnya Arso, eh, yang dapat duit malah Asto. Atau sebaliknya. “Selain sebagai tukang parkir, kami dulu juga ‘merangkap’ sebagai preman,” kata Arso mengungkapkan masa lalunya.
Sejak pensiun dari dunia ‘secure parking’ di lingkungan Smandel, keduanya mengambil jalan profesi berbeda. Asto menjadi pekerja kantoran. Arso memilih pekerjaan yang lebih ‘enak’ dengan sering membawa cewek cantik, kadang-kadang istri orang, yang bersedia memeluk pinggangnya. Maklum, dia sekarang menjadi tukang ojek yang mangkal di depan sekolah.
Tapi untuk soal preman ini, sebetulnya sudah tidak perlu dibahas lagi. Karena saat wawancara berlangsung, Arso justru dengan sopan mengingatkan. “Maaf mas, sudah mau sholat Jum’at.”
Rupanya masjid sudah masuk ke dalam daftar “jadwal parkir” Arso sekarang. Alhamdulillah.
SUWARNO, 60 tahun
Satpam
Bertugas sebagai penjaga keamanan sejak 1994, dari mulut Suwarno justru lebih banyak keluar tentang kisah 'dunia lain' ketimbang problem keamanan di sekolah, apalagi informasi yang lebih rinci tentang dirinya. Salah satunya seperti ini. “Saya sering banget lihat seorang perempuan tua turun dari tangga *** (sengaja tidak dilengkapi – red). Rambutnya panjang warna putih, memakai baju warna ungu,” katanya seolah-olah sedang membawakan sebuah tayangan mistik di televisi.
Secuil informasi yang muncul tentang hidupnya justru menyangkut banjir. “Kalau di sekolah sudah banjir semata kaki, berarti di rumah saya sudah banjir seleher,” katanya. Usut punya usut, ternyata rumah Suwarno di kawasan Kampung Melayu yang lebih rendah lokasinya dari SMAN 8.
Cuma tidak dijelaskan apakah kalau sudah banjir begitu, dia lebih suka menjaga rumah atau menjaga sekolah.
DARMIN, 29 tahun
Satpam
Tiga tahun setelah Suwarno bekerja sebagai penjaga keamanan di SMAN 8, masuklah Darmin yang saat itu masih berstatus jomblo. Entah terpengaruh oleh gaya bercerita sang senior, yang meluncur dari mulut Darmin adalah kisah-kisah sejenis. Misalnya bagaimana ketika pada satu malam saat ia tidur di salah satu lokasi di SMAN 8, salah satu makhluk halus memeluknya dengan kuat dan menindihnya sampai ia megap-megap kesulitan bernapas. “Saya sampai minta ampun, menyerah. Baru makhluk itu menghilang,” Darmin mengenang.
Selesai? Beberapa malam kemudian peristiwa itu terjadi lagi di tempat yang sama, sehingga Darmin memutuskan untuk tidak akan pernah lagi tidur di tempat yang sama. Yang pasti, supaya tidak terjadi hat trick yang “dimenangkan” sang lawan. Tapi bagi para alumni yang punya cadangan nyali, silakan bertanya pada Darmin tentang lokasi sebenarnya di sekolah tercinta.
PURWANTO, 39 tahun
Petugas kebersihan
Purwanto adalah generasi kedua di keluarganya yang bekerja untuk SMAN 8. Ayahnya, Pak Silam, adalah pensiunan pegawai di bagian penjilidan. “Saya kerja di sini sejak tahun 1992,” katanya. Tanggung jawabnya adalah menjaga kebersihan di lantai satu. Tapi kini, sejak alumni menyumbangkan 8 jenis pohon langka yang ditanam di halaman sekolah, Purwanto menugaskan dirinya untuk lebih cermat merawat pepohonan itu.
Apa pengalaman yang paling berkesan selama bekerja di SMAN 8? “Bertemu dengan alumni lama,” jawabnya cekatan. Ah, bisa saja mas Pur ini mengambil hati.
SOBARI, 38 tahun
Petugas kebersihan
Daerah ‘kekuasaan’ Sobari adalah di lantai tiga. Itu di hari kerja. Kalau di hari Sabtu dan Minggu ketika BTA (Bimbingan Tes Alumni) beroperasi, maka Sobari di-BKO-kan sebagai koordinator kebersihan untuk seluruh wilayah. “Sekarang piket kebersihan kelas sudah tidak ada lagi, karena tugas itu dikerjakan oleh saya dan kawan-kawan,” ujar petugas yang bekerja mulai 1993 itu. Satu orang lagi yang dimaksudkan Sobari adalah Adih.
Empat tahun setelah bekerja di SMAN 8, Sobari memanjatkan puji syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT. “Saya akhirnya berhasil punya rumah sendiri di pinggir kali dekat sini,” katanya dengan nada gembira. Jadi dekat ke sekolah, dekat juga ke rumah.
Barangkali yang belum terpikirkan oleh Sobari hanya satu: kalau SMAN 8 jadi pindah lokasi.
ENTIN
Petugas katering
SMAN 8 sering menggelar kegiatan yang membutuhkan jasa katering. Salah satu yang sering berperan adalah Entin, perempuan sederhana yang mungkin tak pernah dikenal mayoritas alumni. Entin bukan pemilik katering, dia hanya sering membantu-bantu dalam menyiapkan katering. Jadi kenapa dia harus diekspos? Karena Entin adalah anak Pak Oher. “Oh bukan, salah itu. Saya cucu Pak Oher, bukan anaknya,” Entin meralat selentingan yang beredar di kalangan Buku 50 Tahun Smandel.
Ya, seperti kata pepatah, tak ada rotan akar pun jadi, maka tak ada anak cucu pun jadi. Karena Entin pernah tinggal di lingkungan sekolah saat Pak Oher masih bekerja, maka banyak pengalaman menarik yang pernah dia alami. Tapi yang paling diingatnya ketika dia dan Pak Oher ‘menemukan’ dua orang preman yang sedang tergolek di bak sekolah karena sedang ... mabuk!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment